Apa yang terbayang saat anda mendengar kata ‘anak punk’? Mungkin yang
terlintas dalam pikiran adalah pengamen, rambut mohawk, narkoba,
anarkisme, anti kemapanan dan segala dinamika kehidupan jalanan lainnya
tetapi pepatah tua mengatakan, jangan menilai orang daru penampilannya, itu sangatlah benar. tidak semua anak Punk seperti itu, walaupun memang ada yang lebih menjerumus ke keriminalitas. banyak alasan kenapa mereka lebih memilih hidup dijalanan padahal dari segi umur mereka termasuk golongan pelajar. berikut ini adalah sedikit penelitian yang telah dilakukan.
1. Faktor keluarga yang membuatnya seperti itu, istilah "broken home" membuat ABG labil tidak bisa berfikir. mereka beranggapan dengan kehancuran keluarganya membuat dirinya sangatlah berada di posisi sulit. tapi semua itu bisa diatasi dengan mendekatkan diri kepada Allah, berusaha enjadi penengah di dalam keluarga dan berusaha menjadi panutan bagi adik-adiknya. mereka yang berfikir singkat lebih memilih menghancurkan dirinya dengan menggunakan barang terlarang, dan minum-minuman keras. banyak pula anak Punk yang mengamen. menyanyikan lirik yang menyinggung pemerintahan. ambil saja salah satu contoh menanyi yang menyindir mahalnya biaya sekolah. sebenarnya jika sekolah benar-benar gratis belum tentu anak Punk itu mau bersekolah, kehidupan dijalanan dengan mengamen sudah sangatlah nikmat. mendapatkan uang dengan cara yang mudah. sejujurnya tidak ada alasan untuk putus sekolah, jika ada kemauan usaha dan doa pasti ada jalan.
2. Faktor Pergaulan dan Ingin dihargai. bukanlah hal yang baru bahwa pergaulan sangatlah mempengaruhi sifat dan kehidupan manusia.
3. Hanya sebuah Komunitas.
4. Dorongan atau Paksaan dari Pihak tertentu.
Lihat sisi POSITIFNYA
Apa yang terbayang saat anda mendengar kata ‘anak punk’? Mungkin yang
terlintas dalam pikiran adalah pengamen, rambut mohawk, narkoba,
anarkisme, anti kemapanan dan segala dinamika kehidupan jalanan lainnya.
Namun, terlepas dari stigma tersebut, di salah satu sudut Kota Jakarta,
terdapat puluhan punkers yang memilih dakwah sebagai orientasi
pergerakannya.
Punk Muslim, sebuah komunitas punk yang bermarkas di Jalan Swadaya,
Pulogadung, Jakarta Timur. Embel-embel kata Muslim di nama komunitas ini
bukan tanpa alasan. Ya, sejak berdirinya komunitas ini mereka
berkomitmen akan membawa Islam sebagai jalur dalam segala kegiatannya.
Tak mau disebut sebagai anggota, mereka lebih memilih disebut
‘penghuni’ Punk Muslim. Kalau boleh membahas penampilan, mereka tak
berbeda dengan punkers lain yang biasa ditemui. Mereka bercelana jeans
kumal, gaya bicara yang tidak pernah serius, dan hampir semuanya memakai
kaos berwarna hitam bergambar cadas. Baru kemudian ketika berkenalan
dan berbincang lebih jauh, karakter mereka yang berbeda dari punkers
pada umumnya akan tampak jelas.
“Punk Muslim itu seperti komunitas punk lainnya. Kita tetap membawa
counter-culture yang sama, yaitu mendobrak kebiasaan lama, anti
maintream. Mungkin bedanya di sini adalah kita mengangkat ideologi
Islam. Sederhananya seperti itu,” jelas salah satu penghuni Punk Muslim,
Lutfi (27) seperti yang dilansir oleh
detikRamadan, Sabtu (28/7/2012).
Sementara punkers pada umumnya membawa ideologi anarkisme, mereka
memilih untuk menjadikan Al Quran dan Hadits sebagai pedoman
pergerakannya. Lutfi menegaskan komunitas ini ingin merubah stigma
negatif yang menempel pada punk jalanan atau lebih banyak disebut
street punk. Ketika banyak pihak yang menilai
street punk hanyalah sampah, Punk Muslim memilih untuk merangkul mereka.
“Di sisi lain, teman-teman yang lain bilang
street punk itu
tidak ada, mereka cuma ikut-ikutan, cuma sampah, cuma menjelek-jelekkan
punk. Punk muslim merangkul mereka, memberikan penjelasan, bahwa
temen-temen punk tidak harus melakukan apa yang dilakukan oleh
street punk.
Misalkan tidur di jalanan, berdekil-dekil di jalanan. Tidak harus
seperti itu. Kita merangkul mereka, bukan menyumpahi mereka,” tuturnya.
Walau dengan aliran musik punk, mereka membawakan pesan dakwah dalam
lirik-liriknya. Mereka merasa ideologi anarkisme tak cocok bagi mereka
yang muslim.
“Kalau karya sama, bedanya ya di pesan dan liriknya. Kita semua ini
muslim, kalau kita muslim ya Islam lah pedoman kami. Kalau mengangkat
anarkisme, tidak nyambung juga. Kan kebanyakan komunitas punk di
Indonesia membawa ideologi anarkisme. Karena kita muslim ya kita angkat
Islam, akan bertabrakan terus kalau sama anarkisme,” lanjutnya.
Komunitas ini awalnya berbentuk band punk yang bernama Band Punk
Muslim yang terdiri dari 10 orang personil. Ketika sang vokalis, Budi
Choironi atau yang lebih akrab dipanggil teman-temannya dengan nama Buce
meninggal dunia, para personil band lainnya memilih untuk melanjutkan
perjuangan dakwah mereka. Buce menjadi sosok inspiratif dalam pergerakan
komunitas ini.
“Buce itu juga ketua persaudaraan anak jalanan se-Indonesia. Setelah
almarhum meninggal, ya sudah sekalian kita bikin komunitas. Jadi tidak
hanya main band tapi ada pergerakannya juga. Konsep yang ada sudah baik,
kenapa gak diterusin. Jadi ada komunitas biar untuk mengajak
temen-temen
street punk yang ada di jalanan,” cerita pria yang ikut memprakarsai band dan komunitas Punk Muslim.
Komunitas Punk Muslim saat ini sudah memiliki 50 orang penghuni.
Sekitar 20 orang penghuni pria di antaranya tinggal di markas mereka di
Pulo Gadung. Beberapa di antara mereka bergabung karena ada ajakan dari
penghuni komunitas, ada juga yang atas keinginannya sendiri untuk datang
ke markas.
“Ya kita ngajak dan ada juga yang mereka tau ada Punk Muslim terus
bergabung. Ngajaknya ya dengan kita kan mainnya di jalanan, pasti ketemu
lalu ngobrol-ngobrol. Ayo main-main ke markas, ngopi-ngopi,
ngrokok-ngrokok dan ngobrol santai dulu”, kata Lutfi.
Lutfi bercerita dalam prosesnya, tak mudah mengajak para penghuni
Punk Muslim untuk mengikuti pola kehidupan di dalam markas yang agamis.
Karakter anak jalanan yang keras menjadi tantangan yang tak pernah usai,
namun tak membuat para punggawa Komunitas Punk ini menyerah.
“Ya memang mereka keras, tapi biarlah mengalir kita arahkan ke yang
positif. Pasti ada kesulitan, tapi memang harus kita kasih contoh terus,
kita usahakan agar mereka ikut pada budaya kita. Kita biasakan mereka
dengan budaya yang Punk Muslim bangun di markas. Kalau shalat ya shalat,
kalau mereka nggak ikut dulu ya tidak apa-apa, biarin aja, mereka
ngliatin dulu,” ujarnya.
Kegiatan di markas Punk Muslim di Pulo Gadung, selain berlatih musik
adalah mengaji, shalat berjamaah, dan tausiyah. Sementara untuk bulan
Ramadan ini, Punk Muslim sedang bersiap untuk menggelar Pesantren
Jalanan di daerah Ciputat pada 11-13 Agustus 2012 nanti. Sesuai dengan
namanya, pesantren ini diperuntukkan bagi anak-anak jalanan.
“Insya Allah, kalau Ramadan begini kita Tarawih, belajar membaca Al
Quran, ya kalau bisa. Temen-temen di jalanan, sudah tua juga masih
alif ba ta. Dan belajarnya gak bisa cepat seperti anak kecil, Iqra jilid satu bisa berapa hari,” pungkas Lutfi.